Jumat, 13 Juli 2012

Karena Cemburu Itu Fitrah

       


        Selamat pagi menuju siang rekan-rekan semua..., semoga kita masih dalam limpahan nikmat-Nya =)

O ya, sebelum berbincang saya dapat do'a baru nih hasil jalan-jalan di jejaring sosial, hehe lumayan dapat oleh-oleh yang sy sebut do'a berkah: "Allahumaftah lana abwabal khairi wa abwabal barakati wabwabash shihhati wa abwabas salamati wa abwabal afiyati wa abwabal jannati". Artinya: Ya Allah..bukakanlah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu nikmat, pintu rizki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu kebugaran, pintu surga Mu. Amiin Ya Rabbal'allaamin.., Hmm..subhanallah bagus sekali kan artinya? mungkin rekan-rekan ada yang sudah tidak asing atau bahkan sudah hafal sekali, kalau sy baru nemu, hehe tapi tak apa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali kan.. =)


       Oki doki, beberapa hari ini seperti biasa nongkrong dengan soulmate sy si Not-not (alias laptop sy yg selalu setia menemani lengkap dengan suara merdunya dengan music player, he. Sy mencoba playlist lain, mencoba mengganti warna agar tak monoton, sy buka kembali koleksi nasyid dan arabic jadul bin lawas yg agak lama tidak sy putar. Alunan padang pasir, marawis, dari mulai asal Timur Tengah hingga dalam negeri mengalun bergantian, hingga sampai pada track asal negeri jiran Malaysia, mengalun sebuah lagu jaman sy ABG alias SMP, wah itu waktu sy lg lucu-lucunya, hehehe. Lagu dari Saff One dengan judul isteri solehah, begini penggalan liriknya: "...istri cerdik nan solehah penyejuk mata, penawar hati, penajam fikiran, di rumah ia istri, di jalanan kawan, di waktu kita buntu ia penunjuk jalan. Ilmu yang diberi dapat disimpan, kita lupa ia mengingatkan. Nasihat kita dijadikan pakaian, khilaf kita ia betulkan, penghibur di waktu kesunyian terasa ramai jika bersamanya. Ia umpama tongkat si buta bila terdapat suatu kehilangan, ia ibarat simpanan ilmu semoga kekal untuk diwariskan..". Wah dahsyat juga ya yang namanya si solehah, ckckck komplit bin multifungsi, halah, halah, he. Sy teringat sebuah hadist yang lebih sederhana menggambarkan bagaimana si sholehah itu: "Jika ia dipandang ia menyenangkan, jika diperintah taat, ketika ia diamanahi ia menjaganya, baik diri maupun harta suaminya". 



    Wah sy membayangkan betapa tenteram rumahtangga yang dijalankan dengan si solehah, kemudian fikiran sy tertuju para istri Rasulullah saw, yang tentu saja tidak tiragukan lagi kesolehannya, bahkan Allah SWT sendiri memuji mereka. Dan sy berfikir apakah para istri Rasul saw terbebas dari sifat-sifat yang dapat membuat konflik dalam rumahtangga? karena sy pikir mereka juga wanita biasa bukanlah malaikat yang tanpa cela. Apakah mereka terbebas atau tidak suka cemburu pada Rasulullah saw? dan jika ya bagaimana Rasulullah saw menyikapinya? Dan eng ing eng...sy menemukan jawabannya, para isteri Rasul saw pun tidak terlepas dari rasa cemburu. Dan memang iya juga dalam hadist di atas tidak disebutkan bahwa ciri wanita shalihah itu terbebas dari rasa cemburu, he.

     Dari kisah-kisah istri Rasulullah saw. Mereka pun ternyata memiliki rasa cemburu padahal mereka dipuji oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Wahai istri-istri Rasulullah, kalian tidak sama dengan seorang wanita pun (yang selain kalian) jika kalian bertakwa…” (al-Ahzab: 32). Al-Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa istri-istri Rasulullah tidak sama dengan wanita lain dalam hal keutamaan dan kemuliaan, namun dengan syarat adanya takwa pada diri mereka. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 14/115).

    Rasulullah sendiri sebagai seorang suami memaklumi rasa cemburu mereka, tidak menghukum mereka selama cemburu itu dalam batas kewajaran. ‘Aisyah r.a bertutur tentang cemburunya:
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِرَسُوْلِ الله n كَمَا غِرْتُ عَلَى خَدِيْجَةَ لِكَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُوْلِ اللهِ nإِيَّاهَا وَثَنَائِهِ عَلَيْهَا
“Aku tidak pernah cemburu kepada seorang pun dari istri Rasulullah seperti cemburuku kepada Khadijah karena Rasulullah saw banyak menyebut dan menyanjungnya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5229 dan Muslim no. 2435). ‘Aisyah r.a pernah berkata kepada Rasulullah mengungkapkan rasa cemburunya kepada Khadijah: كَأَنَّهَ لَمْ يَكُنْ فِي الدُّنْيَا امْرَأَةٌ إِلاَّ خَدِيْجَةُ؟ فَيَقُوْلُ: إِنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لِي مِنْهَا وَلَدٌ
“Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita kecuali Khadijah?” Rasulullah saw menjawab, “Khadijah itu begini dan begitu, dan aku mendapatkan anak darinya.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 3818). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sebab kecemburuan ‘Aisyah karena Rasulullah saw banyak menyebut Khadijah r.a meski Khadijah r.a telah tiada dan ‘Aisyah r.a aman dari tersaingi oleh Khadijah r.a. Namun karena Rasulullah sering menyebutnya, ‘Aisyah r.a memahami betapa berartinya Khadijah r.a bagi beliau. Karena itulah bergejolak kemarahan ‘Aisyah r.a mengobarkan rasa cemburunya hingga mengantarkannya untuk mengatakan kepada suaminya, “Allah telah menggantikan untukmu wanita yang lebih baik darinya.” Namun Rasulullah saw berkata, “Allah tidak pernah menggantikan untukku wanita yang lebih baik darinya.” Bersamaan dengan itu, kita tidak mendapatkan adanya berita yang menunjukkan kemarahan Rasulullah kepada ‘Aisyah r.a, karena ‘Aisyah r.a mengucapkan hal tersebut didorong rasa cemburunya yang merupakan tabiat wanita.” (Fathul Bari, 9/395).

       Pernah ketika Rasulullah berada di rumah seorang istrinya, salah seorang ummahatul mukminin (istri beliau yang lain) mengirimkan sepiring makanan untuk beliau. Melihat hal itu, istri yang Rasulullah saw sedang berdiam di rumahnya segera memukul tangan pelayan yang membawa makanan tersebut hingga jatuhlah piring itu dan pecah. Rasulullah saw pun mengumpulkan pecahan piring tersebut kemudian mengumpulkan makanan yang berserakan lalu beliau letakkan di atas piring yang pecah seraya berkata, “Ibu kalian sedang cemburu.” Beliau lalu menahan pelayan tersebut hingga diberikan kepadanya ganti berupa piring yang masih utuh milik istri yang memecahkannya, sementara piring yang pecah disimpan di tempatnya. (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5225).

      Hadits ini menunjukkan wanita yang sedang cemburu tidaklah diberi hukuman atas perbuatan yang dia lakukan tatkala api cemburu berkobar. Karena dalam keadaan demikian, akalnya tertutup disebabkan kemarahan yang sangat. (Fathul Bari, 9/391, Syarah Shahih Muslim, 15/202). Namun, bila cemburu itu mengantarkan kepada perbuatan yang diharamkan seperti mengghibah, maka Rasulullah saw tidak membiarkannya. Suatu saat ‘Aisyah r.a berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, cukup bagimu Shafiyyah, dia itu begini dan begitu.” Salah seorang rawi hadits ini mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Aisyah adalah Shafiyyah itu pendek. Mendengar hal tersebut, Rasulullah saw berkata kepada ‘Aisyah:
لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
“Sungguh engkau telah mengucapkan satu kata, yang seandainya dicampur dengan air lautan niscaya akan dapat mencampurinya (yakni mencemarinya).” (HR. Abu Dawud no. 4232. Isnad hadits ini sahih dan rijal-nya tsiqah, sebagaimana disebutkan dalam Bahjatun Nazhirin, 3/25)
Juga kisah lainnya, ketika sampai berita kepada Shafiyyah r.a bahwa Hafshah r.a mencelanya dengan mengatakan, “Putri Yahudi”, Shafiyyah menangis. Bersamaan dengan itu Rasulullah saw masuk menemuinya dan mendapatinya sedang menangis. Maka beliau pun bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Shafiyyah menjawab, “Hafshah mencelaku dengan mengatakan aku putri Yahudi.”
Rasulullah saw berkata menghiburnya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang Rasulullah, pamanmu adalah seorang Rasulullah, dan engkau adalah istri seorang Rasulullah. Lalu bagaimana dia membanggakan dirinya terhadapmu?” Kemudian beliau menasihati Hafshah r.a, “Bertakwalah kepada Allah, wahai Hafshah.” (HR. an-Nasa’i dalam ‘Isyratun Nisa, hlm. 43 dan selainnya).

Wah kecemburuan Aisyah r.a sangat mendalam hanya karena kekasihnya menyebut wanita lain padahal wanita yang disebutnya telah kembali kepada Zat Yang Mulia tetap membuatnya cemburu. Akan tetapi bisa kita lihat betapa mulianya akhlak Rasulullah terhadap istrinya yang cemburu . Tidaklah beliau mengeluarkan perkataan yang kasar melainkan kata-kata yang haq. Sy sangat terkesan betapa bijaknya Rasulullah saw menyikapi istrinya yang tengah cemburu, karena ia memahami sepenuhnya bagaimana tabiat/fitrah seorang wanita. Dan ia tahu bagaimana cara mengingatkan dengan cara yang baik istrinya yang diibaratkan sebagai tulang rusuk yang bengkok tanpa mematahkannya, itulah kenapa sering disebutkan menjadi seorang imam itu tidaklah mudah. Dan yang sy fahami dari kisah di atas, para istri Rasul saw pun wanita biasa, namun mereka dapat membangun rumahtangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah, dan itu semua juga tidak terlepas dari peran seorang imam, menjadi nakhoda yang seperti apa ia untuk melayari bahtera hidup  =) . 

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21). 

Wallahu'alam bish shawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar